Assalamu’alaykum, Tetangganet, pernahkah Tetangganet mengalami kesulitan dalam pendidikan anak? Apakah anak lebih memilih bermain dengan gadget-nya daripada belajar?
Kesulitan belajar dan kecenderungan anak kepada perangkat elektronik memang menjadi masalah bagi sebagian besar orangtua zaman sekarang. Berbagai cara telah dilakukan, seperti pembatasan screen time atau bahkan melarang penggunaan gadget sama sekali.
Di lain sisi, perkembangan zaman membuat kemajuan teknologi sebagai keniscayaan. Cepat atau lambat, anak akan terpapar juga dengan berbagai kecanggihan yang ditawarkan teknologi. Sebagian orangtua juga merasa bimbang untuk menghentikan penggunaan gadget sama sekali di rumah. Pasalnya, mereka tidak ingin di kemudian hari, anak-anak mereka tertinggal dari teman sebayanya dalam hal pekerjaan yang pastinya akan selalu berkutat dengan teknologi di masa depan.
Mungkin kita perlu mempertanyakan, apa sih yang membuat anak-anak begitu cinta pada gadget-nya dan meninggalkan pelajaran di sekolah?
Anak adalah Pembelajar
Pada dasarnya, setiap anak adalah pembelajar ulung. Coba perhatikan bagaimana seorang anak bisa dengan cepat menguasai bahasa ibunya tanpa perlu diajarkan mengenai grammar atau tata bahasa maupun disuruh menghafalkan kamus. Bahkan seringkali anak bisa dengan cepat menyerap bahasa asing dari hanya menonton Youtube. Kita juga mengamati bagaimana anak-anak cepat memahami angka dan berhitung.Anehnya, ketika anak masuk ke sekolah, semakin lama semakin sedikit anak yang tertarik pada bidang akademik. Semakin banyak mereka tertarik pada bidang-bidang lain selain akademik.
Sistem sekolah pada umumnya menerapkan standar yang sama bagi setiap anak pada rentang usia yang sama. Misalnya, perkalian harus sudah bisa dikuasai pada usia sekian, pemrograman linear harus bisa dikuasai pada usia sekian.
Padahal, tidak semua anak memiliki tahap pemahaman yang sama pada semua bidang. Bisa saja hari ini anak A belum mengerti perkalian sedangkan anak B sudah. Lalu sepekan kemudian barulah anak A memahami perkalian. Namun, karena guru sudah berpindah pada bab berikutnya, anak A jadi tertinggal dari standar yang telah ditetapkan dan akhirnya kesulitan ketika harus memahami bab selanjutnya. Begitu terus yang terjadi sehingga akhirnya anak A jadi tertinggal sangat jauh dibandingkan anak B.
Ketika makin lama makin tertinggal, anak A akhirnya menyerah dan memilih bidang lain yang bisa dia pelajari dengan gembira. Salah satunya bisa saja bermain game online.
Zone of Proximal Development Membuat Anak Tetap Tertarik untuk Belajar
Ketertarikan seorang anak untuk tetap mempelajari suatu bidang sebetulnya telah menjadi penelitian dari banyak ahli sejak dulu. Pada tahun 1978, Vygotsky memperkenalkan konsep Zone of Proximal Development atau ZPD.Zone of Proximal Development menggambarkan jarak antara tingkat perkembangan seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah secara mandiri, dengan tingkat kemampuan orang tersebut menyelesaikan masalah yang lebih kompleks dengan bantuan orang lain.
Ilustrasi Zone of Proximal Development |
Diibaratkan seperti sebuah tangga, ZPD adalah jarak antara anak tangga yang dapat diraih anak secara mandiri dengan satu anak tangga di atasnya yang dapat dia raih dengan bantuan jaring.
Pada zona ini, anak akan tertarik untuk terus menapaki anak tangga kemampuannya. Jika tugas yang diberikan berada di bawah ZPD, anak akan merasa bosan dengan tugas yang menurutnya terlalu mudah. Namun, jika beban belajar yang diberikan berada di atas ZPD, maka anak yang merasa terlalu berat akan memilih untuk meninggalkan proses belajarnya sama sekali.
Masing-masing anak memiliki ZPD yang berbeda-beda. ZPD tidak ditentukan oleh usia ataupun lama seorang anak menempuh jenjang pendidikan. Faktanya, dalam satu kelas berisi 40 orang anak, setiap anak bisa memiliki tingkat pemahaman masing-masing. Belum lagi masing-masing siswa memiliki minat dan bakat yang berbeda-beda. Sangat sulit bagi seorang guru untuk merancang 40 pembelajaran berbeda setiap harinya. Oleh karena itu, hampir mustahil bagi seorang guru untuk menfasilitasi pembelajaran bagi setiap siswa secara optimal dengan metode konvensional.
Pembelajaran Terdiferensiasi versus Pembelajaran Terpersonalisasi
Semakin banyak guru memahami hal ini, pembelajaran terdiferensiasi pun semakin marak digunakan. Pada sistem pembelajaran ini, siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuannya. Siswa bisa juga dikelompokkan berdasarkan gaya belajarnya yang paling dominan. Setiap kelompok dapat diberikan stimulus yang berbeda dan dapat juga dirancang untuk memberikan output yang berbeda sesuai dengan kemampuan kelompoknya masing-masing.Namun, masih tetap saja ada yang terasa kurang. Di antara seluruh anak di kelas, ada saja satu dua anak yang sulit dikategorikan dalam kelompok belajar yang ada. Dalam satu kelompok yang sama pun, tetap ada perbedaan antara yang paling cepat dan yang paling lamban.
Idealnya, memang pembelajaran untuk setiap anak dibuat terpersonalisasi. Saya betul-betul merasakan hal ini setelah saya resign dari menjadi guru formal, lalu menjadi guru les untuk adik saya.
Awalnya, saya menguji kemampuan dasar matematika, kemampuan memahami bacaan dalam Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggrisnya. Saya kaget ketika mendapati bahwa kemampuan adik saya jauh di bawah ekspektasi jenjangnya. Duh, bagaimana bisa mengerjakan soal-soal analitis yang lebih kompleks jika kemampuan dasarnya saja belum mumpuni?! Tentu saja dia akan merasa menderita di kelas ketika diajak berpikir lebih kompleks.
Pelan-pelan saya mulai bimbing adik saya ini sambil melengkapi kemampuan-kemampuan dasar yang terlewat. Kami sepakat untuk fokus pada kemampuan matematika. Alhamdulillah, tidak sampai tiga bulan, adik saya sudah terbiasa mengerjakan penghitungan sederhana, dan mulai cakap mencari ide-ide baru untuk menyelesaikan soal yang lebih kompleks.
Saya pun berpikir, alangkah menyenangkannya jika bisa belajar secara terpersonalisasi seperti ini. Belajar bertahap sesuai dengan kemampuan, bukan seusai tuntutan kelas. Tentu saja belajar jadi lebih menarik dan cepat berprogres.
Mendapatkan Manfaat Lebih dari Penggunaan Teknologi dalam Pendidikan
Kemajuan teknologi seringkali dianggap sebagai suatu hambatan untuk belajar. Berita-berita tentang anak yang kecanduan gadget dan game membuat orangtua dan sekolah pesimis sehingga memutuskan untuk sama sekali stop penggunaan gadget bagi anak.Padahal, dengan pengelolaan yang baik, teknologi sebetulnya dapat dijadikan alat bantu untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih baik kepada anak. Bahkan bisa jadi menjadi penolong guru agar bisa memberikan pembelajaran terpersonalisasi kepada seluruh anak.
Saya merasa beruntung karena sekolah tempat saya mengajar sebelumnya telah menggunakan sistem kelas terintegrasi dengan teknologi digital sejak tahun 2017. Dari sanalah saya mendapatkan pengalaman, bagaimana teknologi dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pendidikan.
Dengan teknologi, pembelajaran menjadi lebih menarik
Dari banyak manfaat yang bisa didapat, teknologi menjadi salah satu daya tarik yang besar bagi anak. Saya memperhatikan berbagai ekspresi positif yang ditunjukkan siswa di saat mereka mendapatkan perangkatnya pertama kali. Rasa semangat dan ingin tahu jelas terpancar dari wajah mereka. Ekspresi-ekspresi ini menunjukkan optimisme mereka dalam belajar.Dengan teknologi, guru juga dapat menggunakan berbagai jenis media yang berbeda. Bisa dalam bentuk video pendek, ilustrasi 3D berwarna, bahkan dalam bentuk game atau permainan. Berbagai sumber belajar telah banyak tersedia di internet. Guru bisa dengan cepat memakai atau mengadopsi media tersebut dalam pembelajaran menyesuaikan dengan profil belajar masing-masing anak.
Pemberian umpan balik lebih cepat
Umpan balik sangat penting untuk mempertahankan ketertarikan anak untuk belajar. Setelah anak mengerjakan suatu tugas, tentunya dia sangat ingin segera mengetahui hasil penilaiannya.Selain itu umpan balik diperlukan agar anak dapat segera berproses ke tahapan selanjutnya. Selain untuk menunjukkan bagian mana yang perlu diperbaiki, guru juga perlu memberikan apresiasi pada anak yang telah mampu mengerjain suatu bagian materi dengan baik.
Nah, coba bayangkan jika guru harus memberikan umpan balik secara manual. Tentunya butuh waktu yang sangat banyak, dan siswa harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan gilirannya mendapat umpan balik.
Inilah mengapa siswa lebih tertarik dengan game daripada belajar. Mereka ingin umpan balik instan!
Dengan teknologi, umpan balik hasil pembelajaran dapat diberikan secara instan layaknya game. Bahkan bisa diatur secara otomatis tahapan selanjutnya yang harus dikerjakan siswa berdasarkan hasil dari tugas sebelumnya.
Riwayat belajar akan terekam dengan baik
Salah satu tantangan guru ketika memulai satu bab yang baru adalah meminta siswa mengingat kembali pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya. Apalagi jika sudah terjeda liburan panjang.Dengan bantuan LMS (Learning Management System), semua proses belajar anak dapat terekam dengan baik dan terorganisir. Tidak ada lagi istilah buku hilang atau ketinggalan. Tidak ada istilah lembar kerja tercecer atau rusak. Guru, siswa, dan orangtua dapat membuka kembali riwayat pembelajarannya kapan saja.
Berbagai manfaat tersebut dapat menjawab pertanyaan saya: Mungkinkah pembelajaran dibuat terpersonalisasi sesuai kemampuan masing-masing siswa dengan bantuan teknologi? Tentu saja, BISA.
Manfaat Penggunaan Teknologi pada Kumon Connect |
KUMON Mendorong Anak Menjadi Pembelajar Mandiri
Ternyata, jauh sebelum saya berpikir tentang pembelajaran terpersonalisasi, Kumon telah menerapkan sistem pembelajaran ini sejak tahun 1954.Tetangganet tentu sudah mengenal Kumon, bukan? Kumon dikenal luas sebagai penyedia layanan bimbel matematika anak. Namun, ternyata bukan hanya matematika. Kumon juga menyediakan les bahasa inggris anak.
Yang unik dari metode Kumon adalah penerapan mastery learning. Setiap anak dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing. Setiap anak bisa mulai belajar dari level yang dapat dipahaminya, bukan ditentukan oleh usia maupun jenjang pendidikan formalnya. Mereka akan mendapatkan lembar kerja sesuai dengan kemampuannya. Lalu dari sana, mereka akan berprogres selangkah demi selangkah menuju level di atasnya. Hingga pada akhirnya diharapkan anak mencapai mastery (penguasaan).
Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan hasil yang positif pada penerapan metode Kumon. Penelitian oleh Usmadi, dkk (2020) menunjukkan kemampuan anak dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan pemecahan masalah, memecahkan masalah, dan menginterpretasikan solusi meningkat setelah mengaplikasikan metode Kumon di bidang Matematika. Sunarsih (2022) juga menyatakan bahwa pemahaman siswa meningkat setelah menggunakan metode Kumon dengan media Tapertis. Penelitian oleh Begum, dkk (2019) menunjukkan bahwa metode Kumon lebih efektif dibanding metode kuliah tradisional dan menunjukkan hasil yang sama antara siswa laki-laki dan perempuan.
Kumon x Teknologi = Kumon Connect
Bagaimana jadinya jika Kumon memadukan metode yang dimilikinya dengan manfaat yang dapat diberikan teknologi?Kumon telah meluncurkan layanan Kumon digital bernama Kumon Connect. Dengan program ini, siswa dapat mengerjakan lembar kerja Kumon dari tabletnya masing-masing.
Manfaat yang didapatkan tentu lebih banyak, diantaranya:
Alhasil, orangtua jadi lebih optimis, kan untuk masalah pendidikan anak? Yuk, konsultasikan segera ke Kumon terdekat.
Sampai jumpa pada postingan selanjutnya. Wassalamu’alaykum.
- Anak dapat mengerjakan lembar kerjanya dimanapun kapanpun, tanpa harus datang ke Kumon center.
- Pembimbing Kumon dapat langsung memantau perkembangan anak secara real time sehingga bisa memberikan umpan balik lebih cepat
- Anak tidak perlu menunggu lama agar hasil kerjanya dapat dikoreksi oleh Pembimbing. Hasil koreksi langsung muncul begitu anak selesai mengerjakan lembar kerja digitalnya
- Riwayat hasil kerja anak akan selalu tersimpan, sehingga mengurangi repetisi berulang disebabkan lembar kerja yang hilang
- Mengurangi kelelahan anak dan orangtua akibat perjalanan commute ke Kumon center
Alhasil, orangtua jadi lebih optimis, kan untuk masalah pendidikan anak? Yuk, konsultasikan segera ke Kumon terdekat.
Sampai jumpa pada postingan selanjutnya. Wassalamu’alaykum.
Referensi
- https://www.simplypsychology.org/zone-of-proximal-development.html
- https://psychology.binus.ac.id/2021/08/17/mengenal-differentiated-instruction-di/
- U Usmadi, A Amelia, E Ergusni (2020) The Effect of Application Kumon Learning Method in Learning Mathematics of Ability Troubleshooting Mathematics of Students. Journal of Physics: Conference Series 1429 012005
- Sunarsih (2022) The Effectiveness of the Kumon Method with Tapertis Media towards Understanding the Multiplication Concept of Elementary School Students. PROGRES PENDIDIKAN Vol. 3, No. 3, September 2022, pp. 170-175 p-ISSN: 2721-3374, e-ISSN: 2721-9348, DOI: 10.29303/prospek.v3i3.236
- J Begum, W Aurangzeb, A Bibi. (2019) Effectiveness of Kumon Method of Teaching Mathematics at Elementary School Level in Pakistan: A Longitudinal Study. Global Social Sciences Review (GSSR) Vol. IV, No. IV (Fall 2019) | Pages: 531 – 545 p-ISSN 2520-0348 | e-ISSN 2616-793X | L-ISSN 2616-793X | DOI: 10.31703/gssr.2019(IV-IV).65 | URL: http://dx.doi.org/10.31703/gssr.2019(IV-IV).65
11 Komentar
Ya setuju sekali disaat pendidikan anak-anak menjadi dilema apalagi bagi orang tua yang tidak memiliki banyak kemampuan mendidik dengan benar
BalasHapusDengan kursus di Kumon sangat membantu anak terutama dalam kecepatan memecahkan masalah, menghitung cepat dan benar, memahami dengan cepat setiap soal yang diberikan.
BalasHapusMenarik nih Kumon sudah ada versi onlinenya ya, secara saya penasaran juga jika Kumon dilakukan secara online
BalasHapusteknologi bisa menjadi kawan dalam pembelajaran asal diterapkan dengan benar
BalasHapusMenyenangkan sekali pas tahu kalau Kumon menggunakan sistem pembelajaran personalisasi. Sehingga bisa menjadi solusi bagi setiap anak yang memiliki masalah belajar yang berbeda-beda. Sehingga setiap anak dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing.
BalasHapusteknologi itu sebenarnya memudahkan dalam segala hal jika benar dalam menggunakan. terutama buat pendidikan. Bisa jadi kawan, jika bisa kooperatif dalam menggunakan, pastinya banyak manfaat yang didapat. Begitupun sebaliknya.
BalasHapusMasyaAllah mbak lengkap sekali tulisannya. Kalimat paling menyentil itu pas baca "anak suka game karena anak mau feedback instan", langsung ngangguk2 setuju. Ini nambah wawasanku, apalagi aku sedang mempertimbangkan homeschooling buat anak. Dan beruntung juga ternyata Kumon punya sistem pembelajaran yang menarik, yg memaksimalkan teknologi seperti ini.
BalasHapusbener bnget ini mba. aku juga merasakan sendiri ketika terjun menemani anak belajar. Memang perlu diajarkan sesuai kemampuannya secra perlahan. Tapi hal seperti ini tidak bisa diterapkan di sekolah pastinya. Karena tntutan kurikulum. Enak ya skearang ada kumon connect. Aku juga sedang mempertimbangkan les untuk anak sih kedepannya ini.
BalasHapusWah, baru tahu informasi tentang kumon connect. Sangat membantu pasti program ini. Secara domisili kami jauh dari kota, jadi lebih efesien nih dengan mengikuti program ini.
BalasHapusJadi ingat kata-kata dari Ali bin Abi Thalib bahwa setiap anak harus dididik sesuai zamannya. Maka kita sebagai orang tua sejatinya harus beradaptasi dengan setiap kemajuan zaman agar bisa menyesuaikan gaya parenting kita
BalasHapusTeknologi dalam pendidikan anak kalau dalam opini saya, tergantung bagaimana pengarahan dan pendampingan orang tua. Bisa jadi kawan ya bisa jadi lawan. Paling penting adalah tidak berlebihan, dan tetap ada kontrol dari orang tua dalam penggunaan teknologi, termasuk ntuk pendidikan
BalasHapusSilakan tinggalkan komentar, tapi bukan link hidup ya